ZONAHALAL.ID JAKARTA — Industri halal yang mencakup sektor makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, keuangan, pariwisata, serta berbagai bidang lainnya, dinilai memiliki relevansi kuat dengan pengembangan ekoteologi yang menjadi program prioritas Kementerian Agama. Hal itu disampaikan Direktur Jaminan Produk Halal (JPH) Kementerian Agama, Muhammad Fuad Nasar, di Jakarta, Minggu (13/3/2025).
“Ekoteologi menguatkan bahwa produk halal harus diproduksi dengan cara dan proses yang tidak merusak ekosistem dan tidak membahayakan lingkungan,” tegas Fuad Nasar.
Menurutnya, ekoteologi pada prinsipnya adalah integrasi antara pemahaman dan pengamalan agama dengan wawasan lingkungan, dalam rangka menjaga keserasian hubungan dengan Tuhan, manusia, dan alam sebagaimana diajarkan agama. Pendekatan ini mengkontekstualisasikan ajaran agama agar umat beragama memiliki tanggung jawab ekologis demi keberlanjutan lingkungan hidup.
Fuad Nasar menegaskan bahwa dalam Al-Qur’an, konsumsi halal harus bersifat thayyib, yang berarti baik, bersih, sehat, dan tidak membahayakan lingkungan. Definisi halalan thayyiban merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
“Pandangan ekoteologis mendorong para pelaku industri dan jasa agar memperhatikan kelestarian lingkungan. Mulai dari pengelolaan limbah yang baik, tidak merusak sumber daya alam, menggunakan energi terbarukan jika memungkinkan, hingga mengedepankan tanggung jawab sosial dan lingkungan,” jelasnya.
Fuad Nasar menambahkan, prinsip ekoteologi mengajarkan bahwa dalam mencari keuntungan, pelaku usaha tidak boleh mengorbankan lingkungan dan mengabaikan keselamatan makhluk hidup lainnya.
Pesan Menteri Agama bahwa jaminan produk halal tidak sekadar soal label “halal” sesuai norma regulasi, melainkan juga penerapan nilai-nilai, gaya hidup, dan tanggung jawab lingkungan.
“Sadar halal itu mendorong pelaku ekonomi dan konsumen untuk juga sadar lingkungan. Tidak ada artinya mengejar nilai tambah ekonomi jika akhirnya menimbulkan mudarat yang tak diinginkan,” katanya.
Fuad Nasar sepakat dengan pandangan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bahwa di tengah dinamika pasar global, pemahaman mendalam tentang prinsip dan implikasi produk serta layanan halal sangat krusial. Isu halal tidak hanya penting dari sudut pandang agama, tetapi juga dalam upaya mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Untuk itu, peningkatan literasi halal di masyarakat dinilai sangat diperlukan.
“Sinergi dan kolaborasi multipihak harus terus diperkuat, termasuk melibatkan institusi pendidikan, pers, dan media, dalam membangun opini halal di masyarakat sebagai kebaikan universal. Sinergi Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan pihak terkait seperti ormas-ormas Islam, akan membuat ekosistem halal Indonesia berkembang dinamis dengan energi positif di atas fondasi yang kokoh sesuai harapan kita bersama,” pungkas Fuad Nasar.