ZONAHALAL.ID JAKARTA -- Sektor katering di Indonesia kini memasuki babak baru dengan diberlakukannya kewajiban sertifikasi halal dari hulu ke hilir. Tidak hanya pelaku usaha kuliner komersial, tetapi juga rumah sakit, lembaga pemasyarakatan (Lapas), hingga moda transportasi wajib memastikan seluruh proses pengolahan makanan memenuhi standar kehalalan.
Makanan halal kini bukan sekadar preferensi individu, tetapi telah menjadi standar kualitas yang diakui secara global. Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi yang halal dan thayyib, jasa boga di berbagai sektor dihadapkan pada tuntutan untuk memastikan setiap tahap pengolahan makanan—mulai dari pemilihan bahan baku hingga penyajian—sesuai prinsip syariat Islam.
Landasan hukum kewajiban ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024. Regulasi tersebut menegaskan, seluruh pelaku usaha, termasuk di sektor katering publik maupun komersial, wajib memiliki sertifikat halal sebagai jaminan atas produk yang mereka sajikan.
Katering Rumah Sakit: Gizi Pasien Harus Tetap Halal
Rumah sakit menjadi salah satu sektor dengan tantangan paling kompleks. Selain melayani pasien dengan kebutuhan gizi beragam, seluruh menu—including makanan diet khusus seperti rendah garam atau tinggi protein—wajib tersertifikasi halal.
Dilansir dari laman Halal MUI, Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih Hilwan, M.Si. dari Halal Audit Quality Board LPPOM, “Proses audit halal menjadi lebih menantang karena adanya menu dengan kebutuhan nutrisi khusus, seperti makanan rendah garam, tinggi protein, atau diet tertentu untuk pasien dengan kondisi medis spesifik,” tegasnya, Minggu (10/8/2025).
Penyedia jasa boga rumah sakit harus mendaftarkan semua varian menu dan alternatif bahan bakunya ke dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Kabar baiknya, kini sudah tersedia berbagai produk nutrisi medis bersertifikat halal sebagai acuan penyusunan menu.
Katering di Lapas: Menjaga Hak Beragama
Lembaga pemasyarakatan juga wajib memastikan makanan yang diberikan bersih, layak, dan halal. Meski sistem penyajian berbeda dengan rumah sakit, prinsipnya tetap sama.
Mulyorini menegaskan, “Pada lembaga seperti rumah sakit dan Lapas yang melayani individu dari berbagai latar belakang, penyediaan makanan halal juga menjadi bentuk penghormatan terhadap hak beragama.”
Tantangan di sektor ini terletak pada kompleksitas menu dan potensi perubahan bahan baku. Oleh karena itu, diperlukan manajemen halal yang kuat dan konsisten.
Katering di Maskapai Penerbangan: Penandaan yang Jelas
Pada penerbangan internasional, penyediaan makanan halal memerlukan perhatian khusus karena sumber bahan dapat berasal dari berbagai negara dengan standar berbeda. “Sertifikasi halal hanya berlaku pada menu utama, tidak mencakup minuman—terutama pada penerbangan internasional yang menyediakan minuman beralkohol. Penanda khusus produk halal harus ditempatkan jelas dan hanya pada bagian yang tersertifikasi halal,” jelas Mulyorini.
Penandaan yang tepat akan memberi rasa aman bagi penumpang Muslim selama perjalanan.
Katering di Kereta Api: Tantangan Rantai Pasok
Moda transportasi darat seperti kereta api memiliki tantangan pada rantai pasok. Makanan biasanya disediakan oleh berbagai vendor di sepanjang jalur perjalanan. “Tantangan utamanya adalah rantai pasok yang melibatkan banyak vendor sepanjang rute perjalanan. Semua vendor harus masuk dalam SJPH dan mematuhi prosedur yang ditetapkan,” kata Mulyorini.
Kedisiplinan dalam penerapan SJPH akan menjamin kualitas dan kehalalan di setiap titik distribusi.
Tantangan dan Solusi
Persoalan krusial dalam sertifikasi halal katering adalah konsistensi bahan baku. Banyak penyedia jasa boga memilih bahan berdasarkan harga atau ketersediaan di pasar lokal tanpa memperhatikan status sertifikasi halal.
Mulyorini mengingatkan, “Katering kerap memilih bahan yang tersedia di pasar lokal dengan harga terjangkau, tanpa memperhatikan apakah bahan tersebut memiliki sertifikat halal atau tidak.”
Solusinya, penyedia jasa boga perlu mendaftarkan seluruh menu dan alternatif bahan baku, serta menggunakan bahan bersertifikat halal, terutama komponen kritis seperti daging, ayam, dan bumbu masak.
Pemerintah juga diharapkan memperkuat rantai pasok halal, misalnya dengan memprioritaskan sertifikasi halal bagi Rumah Potong Hewan (RPH) dan Unit Pemotongan Unggas (RPU) skala kecil. Langkah ini akan memastikan sumber bahan baku benar-benar terjamin kehalalannya.
Dukungan LPPOM
Untuk mempercepat adopsi sertifikasi halal di sektor jasa boga, LPPOM membuka layanan konsultasi dan edukasi gratis. Pelaku usaha katering dapat menghubungi Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696 untuk pendampingan.
Selain itu, LPPOM rutin mengadakan Kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) gratis setiap minggu ke-2 dan ke-4. Pendaftaran dapat dilakukan melalui laman resmi halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal.
Dengan penerapan SJPH yang konsisten, dukungan sistem yang kuat, serta edukasi berkelanjutan, tantangan di sektor jasa boga dapat diatasi. Hasil akhirnya adalah ekosistem makanan yang halal, sehat, dan terpercaya bagi semua—mulai dari rumah sakit hingga transportasi umum.