Inilah Pentingnya Ketertelusuran Digital bagi Industri Halal
×

Iklan

buku

Iklan

buku

Inilah Pentingnya Ketertelusuran Digital bagi Industri Halal

Senin, 04 Agustus 2025 | 09:20 WIB Last Updated 2025-08-04T02:22:27Z
buku


ZONAHALAL.ID JAKARTA -- Di tengah meningkatnya kesadaran umat Islam akan pentingnya informasi kehalalan yang menyeluruh—bukan sekadar label atau keterangan di kemasan—muncul kebutuhan akan sistem yang mampu menelusuri status kehalalan suatu produk secara transparan di sepanjang rantai pasok.


Halal Food Traceability System (HFTS) hadir sebagai jawaban atas keresahan tersebut. Namun, sejauh mana penerimaan masyarakat terhadap sistem berbasis teknologi digital ini?


Bayangkan Anda berdiri di depan rak daging ayam di supermarket. Tertulis “Halal” pada kemasannya. Tapi benarkah proses penyembelihan, pengemasan, hingga distribusinya mengikuti syariat Islam? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini semakin sering mengemuka di benak konsumen Muslim, terlebih di tengah maraknya kasus penyimpangan seperti pencampuran daging halal dengan bahan haram, atau penggunaan ayam tiren.


Dilansir dari laman Halal MUI, untuk di era digital, umat Islam tak lagi cukup puas dengan label halal semata—terlebih jika hanya berbasis klaim sepihak dari pelaku usaha. Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas.



HFTS: Menjawab Keresahan Konsumen Muslim

Konsep Halal Food Traceability System (HFTS) memungkinkan konsumen menelusuri seluruh proses perjalanan produk—dari hulu ke hilir—secara digital. Sistem ini menyajikan informasi rinci mulai dari asal bahan baku, proses penyembelihan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, hingga distribusi. Bagi konsumen Muslim, ini adalah alat verifikasi yang memastikan kehalalan suatu produk tidak hanya sah secara administratif, tapi juga terjamin secara faktual dan spiritual.


Namun, bagaimana sikap masyarakat Indonesia jika sistem ini mulai diterapkan secara luas? Terutama, bagaimana respons generasi muda Muslim yang literasi digitalnya tinggi? Dan siapa yang layak dipercaya untuk menyajikan informasi halal yang valid?


Riset terbaru dari tim peneliti Universitas Diponegoro bersama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara ilmiah dan mendalam.



Mengapa Sistem Ketertelusuran Halal Diperlukan?

Kompleksitas rantai pasok makanan saat ini menyulitkan konsumen untuk memastikan kehalalan produk yang dikonsumsi. Kasus pencampuran daging halal dengan babi, penggunaan ayam tiren, hingga penyalahgunaan label halal telah menjadi alarm bagi konsumen bahwa label di kemasan tak cukup menjamin kehalalan.


Fakta-fakta tersebut mendorong lahirnya gagasan sistem ketertelusuran halal. Dengan sistem seperti HFTS, konsumen dapat melacak seluruh informasi penting terkait produk secara digital dan real-time—sehingga lebih yakin bahwa produk tersebut mematuhi regulasi dan protokol halal.


Sayangnya, meskipun Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, sistem ketertelusuran halal belum menjadi prioritas utama. Akibatnya, konsep ini masih belum banyak diketahui masyarakat, apalagi dipahami secara utuh.


Padahal, sistem seperti HFTS tidak hanya memastikan kehalalan, tetapi juga menjawab kebutuhan akan produk yang aman, bersih, dan transparan. Karena itu, riset diperlukan untuk memahami apakah sistem ini sudah dibutuhkan saat ini, serta faktor-faktor yang mendorong atau menghambat penerimaan masyarakat terhadapnya.



Apa Temuan Utama dari Riset Ini?

Penelitian yang dilakukan oleh Aries Susanty dan tim dari Universitas Diponegoro—bekerja sama dengan pakar dari LPPOM MUI—menyelidiki sejauh mana masyarakat Indonesia bersedia menggunakan sistem ketertelusuran halal. Mereka menggunakan pendekatan gabungan dari dua model:

  1. Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

  2. DeLone & McLean IS Success Model



Dengan kata lain, riset ini tak hanya menilai aspek teknologi, tapi juga persepsi dan kepercayaan pengguna.


Sebanyak 255 responden berusia 17–42 tahun dilibatkan, mewakili generasi Z dan milenial—kelompok paling aktif secara digital dan menjadi sasaran utama industri halal masa depan. Hasilnya menunjukkan tingkat penerimaan yang tinggi terhadap sistem HFTS, dengan empat faktor pendorong utama:

  1. Performance Expectancy: Sistem dianggap bermanfaat dan efisien dalam memberikan informasi halal.

  2. Effort Expectancy: Sistem dipersepsi mudah digunakan dan tidak membingungkan.

  3. Social Influence: Dukungan dari keluarga, teman, dan tokoh agama memengaruhi niat penggunaan.

  4. Trust (Kepercayaan): Ini faktor kunci. Tanpa kepercayaan terhadap penyedia informasi, pengguna tak akan tertarik, sebaik apa pun teknologinya.



Yang paling menarik, kepercayaan (trust) menjadi variabel paling signifikan. Artinya, pembangunan kredibilitas penyedia sistem jauh lebih penting dibanding sekadar penyediaan fitur digital yang canggih.



Halal, Transparansi, dan Keberlanjutan

Sistem ketertelusuran halal tak hanya menjawab kebutuhan spiritual, tetapi juga mendukung praktik keberlanjutan global. Dengan sistem ini, rantai pasok menjadi lebih efisien, limbah berkurang, dan potensi penipuan bisa ditekan. Dalam konteks ini, halal menjadi jalan menuju konsumsi yang bertanggung jawab, bersih, dan berkelanjutan.


Sistem ketertelusuran halal adalah masa depan industri halal. Ia menjawab tantangan zaman dengan memadukan nilai-nilai Islam dan kecanggihan teknologi. Namun, keberhasilan sistem ini bergantung pada satu hal: kepercayaan.


Kini saatnya konsumen Muslim tidak lagi menjadi penerima pasif informasi, tetapi pengambil keputusan aktif—berdasarkan data, keyakinan, dan teknologi di tangan. Karena halal bukan semata label, tetapi proses yang bisa ditelusuri secara digital, transparan, dan terpercaya.


Referensi:
Aries Susanty, Nia Budi Puspitasari, Ferry, Fauzan Akbar Akhsan, Sumunar Jati. 2025. Consumer acceptance of halal food traceability systems: a novel integrated approach using modified UTAUT and DeLone & McLean models to promote sustainable food supply chain practices. ELSEVIER. Cleaner Logistics and Supply Chain, 15 (2025), 100226.