Sinergi Green Beauty - Kosmetik Halal, Arah Baru Industri Kecantikan

Notification

×

Iklan

Iklan

Sinergi Green Beauty - Kosmetik Halal, Arah Baru Industri Kecantikan

Kamis, 20 November 2025 | 10:56 WIB Last Updated 2025-11-20T03:56:43Z



ZONAHALAL.ID JAKARTA -- Sinergi antara green beauty dan kosmetik halal berpotensi menjadi standar baru dalam industri kecantikan. Keduanya tidak hanya menawarkan produk yang ramah lingkungan, tetapi juga aman, transparan, dan sesuai prinsip kehalalan.


Pada 11 November 2025, para pelaku industri kecantikan global berkumpul dalam The Sustainable Cosmetics Summit di Regal Hotel, Hong Kong. Tahun ini, isu keberlanjutan menjadi fokus utama. Di tengah diskusi mengenai inovasi bahan baku, pengurangan carbon footprint, hingga teknologi kecantikan masa depan, muncul satu perspektif yang semakin relevan: sinergi antara green beauty dan kosmetik halal.


Perspektif ini disampaikan oleh Asya Fathya Nur Zakiah, Halal Auditor & International Halal Partner LPPOM, yang menegaskan bahwa kosmetik halal kini menjadi bagian penting dalam percakapan global terkait keberlanjutan. Menurutnya, di balik beragam klaim seperti natural, cruelty-free, dan eco-friendly, industri masih menghadapi tantangan besar: menjaga traceability dan transparansi dalam rantai pasok global yang semakin kompleks.


“Di kawasan 7th Asia Pacific (APAC), salah satu tantangan utama perusahaan kosmetik dan personal care adalah memastikan keterlacakan di seluruh rantai pasok yang semakin kompleks,” jelas Asya, dikutip dari Halal MUI, Kamis (20/11/2025).


Dalam proses pengurusan sertifikat halal BPJPH, banyak perusahaan masih kesulitan memverifikasi apakah bahan, bahan penolong proses, serta kemasan benar-benar memenuhi standar etika, keberlanjutan, dan terutama integritas halal.


Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa klaim ramah lingkungan saja tidak cukup. Sebuah produk mungkin mengusung label green beauty, tetapi jika mengandung turunan babi atau alkohol, tetap tidak dikategorikan sebagai kosmetik halal. Di sinilah pentingnya halal sebagai fondasi etika produk kecantikan modern—bukan sekadar label pemasaran, melainkan standar kebersihan, keamanan, dan tanggung jawab produksi.


“Halal bukan sekadar klaim pemasaran. Ia harus diverifikasi melalui sertifikasi pihak ketiga yang kredibel karena halal mewakili kepercayaan dan keyakinan konsumen,” tegas Asya. Dalam konteks ini, LPPOM berperan sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang memastikan kehalalan produk melalui sistem yang terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagaimana tercermin dari diraihnya sertifikat halal BPJPH.


Asya menjelaskan bahwa untuk memenuhi tuntutan konsumen masa kini, perusahaan perlu mengintegrasikan konsep green beauty dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) dari BPJPH. Integrasi ini memperkuat verifikasi pemasok, dokumentasi, dan audit berkelanjutan, sehingga produk tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memenuhi standar halal secara menyeluruh. Pendekatan terpadu ini membantu merek membangun integritas jangka panjang di pasar global.


Di sisi lain, inovasi teknologi membuka peluang besar bagi industri kecantikan. Asya menyoroti bagaimana bioteknologi, fermentasi, hingga kecerdasan buatan (AI) memungkinkan terciptanya bahan kosmetik yang lebih berkelanjutan, transparan, dan berperforma tinggi. Misalnya, fermentasi dapat menghasilkan bahan identik alami tanpa perlu menggunakan sumber hewani atau bahan yang merusak lingkungan. Hal ini mendukung prinsip green beauty sekaligus memperkuat kepatuhan terhadap standar kosmetik halal.


Penggunaan AI membantu perusahaan menyusun formulasi yang lebih efisien, memastikan kelengkapan dokumentasi, dan meningkatkan visibilitas rantai pasok—selaras dengan prinsip SJPH yang menuntut transparansi dan keterlacakan pada setiap tahap produksi.


Namun, Asya menegaskan bahwa hadirnya teknologi baru membawa tanggung jawab tambahan. “Penting memastikan bahwa bahan dan teknologi baru tetap sesuai standar halal, mulai dari bahan baku hingga proses produksi,” ujarnya. LPPOM, lanjutnya, berkomitmen menelusuri bagaimana standar halal dapat beradaptasi mengikuti perkembangan ilmiah tanpa mengorbankan nilai etis dan keagamaan.


Asya menyoroti perkembangan regulasi di kawasan Asia Pasifik. Banyak negara kini memperketat aturan mengenai keamanan bahan, klaim lingkungan, dan sumber bahan yang etis—langkah yang turut memperkuat gerakan green beauty.


Di Indonesia, hadirnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) menjadi tonggak penting yang tidak hanya melindungi hak konsumen, tetapi juga mendorong transparansi rantai pasok. Sertifikasi halal pun semakin relevan, terutama bagi perusahaan yang mengekspor produk ke negara-negara mayoritas Muslim di Asia dan Timur Tengah.


Penyelarasan antara green beauty dan kosmetik halal bukan hanya memungkinkan, tetapi menjadi arah masa depan industri kecantikan yang lebih bertanggung jawab. “Perusahaan yang lebih awal mengintegrasikan kerangka kerja ini akan lebih siap menghadapi tuntutan kepatuhan serta memenuhi ekspektasi konsumen terhadap produk kecantikan yang bertanggung jawab,” pungkas Asya.


Di tengah perubahan besar dalam industri kecantikan global, pesan ini menegaskan bahwa green beauty dan kosmetik halal bukanlah dua konsep yang berdiri sendiri. Keduanya justru membentuk sinergi kuat yang membawa industri menuju masa depan kecantikan yang lebih etis, bersih, dan berkelanjutan.