Inilah Skincare Halal, Persaingan Brand Lokal dan Impor di Pasar Indonesia

Notification

×

Iklan

Iklan

Inilah Skincare Halal, Persaingan Brand Lokal dan Impor di Pasar Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 13:33 WIB Last Updated 2025-12-13T06:33:42Z

 



ZONAHALAL.ID JAKARTA -- Pasar kosmetika halal Indonesia kian kompetitif, mempertemukan brand lokal yang gesit berinovasi dengan harga terjangkau dan brand impor yang mengandalkan riset global serta citra premium. Dengan populasi Muslim terbesar dan kewajiban sertifikasi halal pada 2026, label halal kini menjadi jaminan kualitas sekaligus gaya hidup. Dalam dinamika ini, LPH LPPOM hadir memastikan industri siap menyongsong era baru kosmetika halal.

Pasar kosmetika halal di Indonesia kini tengah memanas. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan aturan wajib halal untuk produk kosmetika yang akan berlaku pada 2026, konsumen tidak lagi melihat label halal sebagai pilihan tambahan, melainkan sebagai sebuah keharusan. Halal kini berarti kualitas, keamanan, dan gaya hidup modern. Situasi ini membuat brand lokal dan impor saling berlomba menancapkan posisi, menawarkan inovasi terbaik mereka.


Sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), LPPOM berperan penting memastikan industri siap menghadapi era baru ini. Melalui program edukasi seperti Halal On 30, LPPOM membuka ruang diskusi singkat namun padat, di mana pelaku usaha dapat memahami proses sertifikasi halal hanya dalam waktu 30 menit. Praktis, cepat, dan menyeluruh, program ini menjadi jawaban agar industri kosmetika bisa menyesuaikan diri dengan regulasi PP 42 Tahun 2024 tanpa membuang banyak waktu.


Di tengah geliat ini, para pemain besar industri skincare lokal sudah jauh melangkah. PT Paragon Technology and Innovation lewat brand Wardah, PT Unza Vitalis dengan Safi, serta PT Darya Varia Laboratoria Tbk lewat Natur-E, konsisten menghadirkan inovasi produk halal. Mereka sadar betul bahwa halal kini bukan sekadar label, melainkan nilai yang dicari konsumen.


Asti Manunggal, Senior Marketing Manager PT Unza Vitalis, melihat tren ini tumbuh begitu cepat. “Konsumen kini tidak hanya melihat halal sebagai identitas keagamaan, tetapi juga jaminan kualitas dan keamanan produk. Dengan populasi Muslim yang sangat besar dan sertifikasi halal kosmetika yang akan diwajibkan mulai 2026, halal sudah menjadi mainstream dan bukan lagi segmen khusus,” ujarnya dikutip dari Halal MUI, Sabtu (13/12/2025)


Menurut Asti, konsumen juga semakin yakin bahwa halal bisa sejalan dengan inovasi modern dan teknologi perawatan kulit mutakhir.


Namun, tren positif ini sekaligus menghadirkan tantangan: persaingan. Brand lokal dan impor kini saling berlomba menguasai hati konsumen. Asti menilai, brand lokal punya keunggulan karena dekat dengan pasar, cepat berinovasi, dan menawarkan harga lebih terjangkau. Sebaliknya, brand impor lebih menonjolkan kekuatan riset global serta citra premium yang melekat, meski tetap harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan konsumen Indonesia. “Masih ada produk impor non-halal certified yang diminati segmen urban tertentu, tetapi posisinya semakin terdesak karena kesadaran halal semakin tinggi,” katanya menambahkan.


Keunggulan produk halal lokal pun semakin nyata. Selain kepercayaan karena proses produksinya transparan sesuai standar halal, produk lokal juga mudah diakses, baik di toko fisik maupun e-commerce. Ditambah lagi, brand lokal gesit dalam merespons tren skincare populer dunia dan menghadirkannya dengan harga ramah kantong.


Sebagai contoh, Safi baru saja meluncurkan Age Defy 3X Advanced Retinoids, inovasi dengan tiga jenis retinoid sekaligus yang diklaim mampu mengurangi tampilan kerutan hingga 72%. Produk ini sudah bersertifikat halal. “Inovasi ini membuktikan bahwa produk halal tidak kalah bersaing dengan produk impor, baik dari sisi efektivitas maupun teknologi. Dan tetap relevan dengan kebutuhan konsumen Muslim Indonesia,” kata Asti.


Lebih jauh, Asti menegaskan bahwa konsumen kini semakin kritis, terutama perempuan Muslim usia 20–40 tahun. Mereka tidak hanya menuntut hasil yang efektif, tetapi juga transparansi menyeluruh: dari bahan baku, proses produksi, hingga komitmen merek terhadap kehalalan. Karena itu, sejak 2012 Unza Vitalis sudah mengajukan sertifikasi halal dan resmi mendapatkannya pada 2013. “Peluncuran Safi Age Defy menjadi contoh nyata bagaimana sebuah brand menjawab tuntutan konsumen: menghadirkan produk yang halal, modern, ilmiah, sekaligus mengikuti tren global skincare,” jelasnya.


Nada serupa disampaikan Jenny Jamin, Marketing Category Head-Personal Care Consumer Health Group PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. Menurutnya, kesadaran skincare halal terus meningkat, didorong edukasi dan informasi yang mudah diakses di era digital. “Informasi dan edukasi mengenai pentingnya halal skincare sekarang ini juga berperan besar dalam meningkatkan pasar skincare halal,” ungkap Jenny.


Natur-E, produk andalan PT Darya Varia, sejak lama menegaskan identitas halal sebagai penguat positioning. Namun Jenny mengakui, kini makin banyak brand impor yang ikut melakukan registrasi halal, menyadari bahwa pasar Indonesia tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. “Halal bukan hanya label, tapi sudah menjadi gaya hidup. Konsumen menuntut transparansi mulai dari label kemasan, sertifikasi halal resmi, hingga proses produksi, penyimpanan, dan distribusinya,” kata Jenny.


Semua perubahan ini menunjukkan satu hal: halal telah menjadi standar baru. Bagi pelaku usaha, sertifikasi halal bukan sekadar kewajiban regulasi, melainkan nilai jual yang membangun kepercayaan konsumen. Bagi konsumen, halal adalah jaminan rasa aman sekaligus gaya hidup yang selaras dengan kebutuhan zaman.


Dengan dukungan regulasi, peran lembaga pemeriksa halal seperti LPPOM, serta kesadaran konsumen yang semakin kritis, industri skincare Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemimpin global. Pertarungan antara brand lokal dan impor pun pada akhirnya akan melahirkan produk-produk halal yang lebih inovatif, aman, dan sesuai kebutuhan masyarakat modern